Perkembangan
arus globalisasi saat ini sangatlah tak terkendali, mulai dari aspek tekhnologi, budaya , sampai dengan
integritas. Tak pernah luput pula, dampak dampak negative yang kita rasakan.
Maraknya teknologi membuat pola hidup
hedoinisme yang tanpa sadar kita rasakan. Inilah yang terjadi pupusnya
integritas diri demi mengikuti arus modernisasi. Selain itu dari problematika
jati diri bangsa, kemultikulturan bangsa kita seakan akan telah pudar dengan
tergantikan oleh merambahnya budaya
asing. Sungguh sangat ironis bila ini dibiarkan terjadi, apalagi dikalangan
remaja, khususnya mahasiswa. Seakan akan mereka telah menghilangkan jati diri
seorang mahasiswa yang notabene mereka adalah pendongkrak suatu bngsa.
Bagaimana tidak, banyak dari mereka yang lupa akan integritasnya diri sendiri.
Tak sedikit pula problematika tentang para pumuda khususnya mahasiswa,
terkait dengan hilangnya kemoralan yang
sejatinya mereka miliki. Tak jarang kita temui kasus kasus asusila, dekandensi
moral, dan kriminalitas yang dilatarbelakangi pelakunya oleh mahasiswa itu
sendiri. Lantas siapa yang kita harapkan untuk bangsa bila para pemudanya
seperti ini? Apa wujud dari abdi mahasiswa yang diharapkan kontribusinya untuk
bangsa yang masih lemah ini?. Satu kata kunci untuk kita semua agar bisa
membuka mata dan hati kita agar melek terhadap fenomena fenomena yang
terjadi sekarang ini adalah tentang kesadaran. Kesadaran integritas, kesadaran
social dan kesadaran teologis. Ketiga pilar inilah yang akan membangun sikap
kepekaan yang tinggi untuk mendorong aksi perubahan, terutama di kalangan
masyarakat.
Kesadaran
kesadaran ini pada mulanya dibangun
diatas optimisme yang kuat pada remaja. Tak menyangkal bahwa self awaereness
ini juga terlatar belakangi karena adanya tekad yang kuat dan positive thinking
pada individu, yang mendorong untuk melakukan hal tersebut. Adapun yang
dimaksud dengan kesadaran integrative di atas, merujuk pada kesejatian diri
sendiri. Integritas adalah kamu. Dalam artian apa dan siapa kamu sekarang
itulah cerminan jati diri yang seharusnya kita aplikasikan. Kita sederhanakan
dengan posisi kita saat ini yang sedang mengenyam pendidikan tingkat tinggi,
yakni seorang mahasiswa. Dimana mahasiswa menjadi figure teladan untuk
masyarakat, dengan teridentiknya seorang
pemuda yang memiliki intelektual yang tinggi, kritis dalam pemikiran dan
inovasi perencanaan yang begitu beragam. Akan tetapi stigma stigma tersebut
seakan akan telah punah dengan seiriingnya zaman. Banyak yang tidak menyadari
apa tujuan dirinya menjadi mahasiswa. Sehingga kesadaran integritas memudar
dengan sendirinya bahkan kerena dibarengi dengan rusaknya kemoralan pada diri
mahasiswa, opini opini tentang tujuan perkuliahan hanya untuk mencari gelar
saja tampaknya sudah semakin nyata. Sehingga betapa pentingnya penyadaran pada
integritas diri yang juga pastinya mendorong untuk mempertahankan jiwa sejati
sesungguhnya pada mahasiswa sehingga kita sebagai mehasiswa memiliki bekal yang
mumpuni dalam mengalami gelombang kemrosotan moral yang terjadi pada saat ini.
Adapun
tentang definisi umum kesadaran social ialah representasinya jiwa seseorang
akan dirinya dan orang lain. Dapat kita kaitkan dengan definisi mahasiswa itu sendiri. Menurut perspektif “Guardian of Value” tentang mahasiwa, yakni sebagai upaya menuntut ilmu di jalur yang tinggi
yang tidak hanya belajar secara akademik saja, tetapi juga belajar yang
memiliki nilai nilai masyarakat yang kebenaranya mutlak. Darisini dapat kita
ketahui, yang ditekankan adalah implementasi kita sebagai abdi Negara.
Bagaimana dan apa kontribusi kita untuk
menanggani banyaknya problematika problematika bangsa ini dari berbagai aspek,
entah itu dari aspek pendidikan, social dan bahkan politik. Bila kita gali
lagi, inilah arti dari tujuan penjurusan yang ada dalam kurikulum perkuliahan.
Kita mendalami dalam hal tertentu
berarti kita juga memiliki bekal yang kuat dalam hal tersebut untuk mengrealisasikanya dalam aspek yang
kita emban. Dengan begitu kuatnya harapan bangsa pada diri para pemuda
khususnya untuk mahasiswa.
Untuk
selanjutnya yakni tentang kesadaran teologis. Kasadaran ini lebih merujuk
ghairu ‘aqil. Yakni kepekaan diri dalam menaggani masalah masalah pada benda
mati yakni hewan, tumbuhan dan lingkungan. Pemuda haruslah memiliki sikap inovatif dan kreatif
dalam mengeksplore keberagaman flora fauna di negeri kita. Selain itu, kita
juga harus memilki daya respek tinggi dalam menangani problematika dalam
lingkungan, termasuk yang terjadi di akhir akhir ini yakni merambahnya virus
corona yang memakan banyak korban jiwa. Respek kita dapat kita aplikasikan
dengan mensumbangsih tenaga kita, menolong sesama, ataupun dengan dimulai dari
hal yang sepele yakni menerapkan remember pada diri sendiri dan orang lain.
Kontribusi
kontribusi kecil ini bila dilakukan secara continue dengan selalu mengedepankan
kepentingan bersama, pasti akan terciptanya
hasil yang maksimal. Bagaimanapun dan apapun prospek potensi kita, bila
ada effort yang tinggi untuk selalu mengembangkan dan mencurahkan dengan terjun
langsung, yang dimulai dari ranah lingkungan sekitar, pastilah akan menjadikan
terlatih. Oleh karena itulah, kunci dari momok mahasiswa dimana mungkin mereka
tidak memiliki rasa kepercayaan tinggi untuk langsung berkontribusi dalam
masyarakat. Adakalanya mereka merasa tidak memiliki kepercayaan dan perhatian
penuh atau bahkan mereka merasa tidak sopan bila menjatuhkan tanggung jawab
kepada anak anak muda dengan mengesampingkan para orang tua, tapi ini hanyalah
bersifat semu. Masyarakat akan bisa menaruh perhatian bila mereka benar benar
melihat kesungguhan kita, sebagai pengabdi Negara. Dapat disimpulkan, butuhnya
kesadaran penuh dan tindakan pendobrak untuk diri kita agar bisa menciptakan
perubahan baru untuk bangsa dan Negara. Karena ingat sebuah pepatah arab masyhur oleh Syaikh Musthofa
Al Ghulayain menyebutkan,
“Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan.
Sesungguhnya di tanganmu-lah urusan bangsa dan dalam langkahmu tertanggung masa
depan bangsa.”.-sekian

Komentar
Posting Komentar